Sabtu, 17 Agustus 2013

Ini Dia, Tokoh Penting Penentu Nasib BlackBerry


Prem Watsa

BlackBerry mempertimbangkan beberapa langkah untuk meningkatkan nilai perusahaan, termasuk membentuk perusahaan patungan, kembali menjadi perusahaan privat, sampai menjual perusahaan. Apa pun keputusannya nanti, ada tokoh sentral bernama Prem Watsa yang punya pengaruh besar dalam menentukan nasib BlackBerry.

Watsa lahir pada 1950 di Hyderabad, India. Ia pendiri sekaligus CEO perusahaan Fairfax Financial Holdings yang berbasis di Toronto, Kanada, yang kini jadi pemegang saham terbesar di BlackBerry.

Watsa sering disebut sebagai Warren Buffet versi Kanada karena kesuksesannya dalam berinvestasi.

Ketika dewan direksi BlackBerry membentuk komite khusus untuk menentukan nasib BlackBerry, Watsa undur diri dari dewan direksi, Senin (12/8/2013). Namun, ia masih memiliki saham terbesar dan tak mau melepas sahamnya di BlackBerry.

Watsa menghindari konflik kepentingan dalam diskusi komite khusus yang diketuai Timothy Dattels, dan di dalamnya terdapat beberapa orang penting seperti Barbara Stymiest, Richard Lynch, Bert Nordberg, serta CEO BlackBerry Thorsten Heins.

Fairfax menjadi pemegang saham terbesar di BlackBerry pada tahun 2012 setelah membeli 5,7 persen saham yang dimiliki pendiri dan mantan co-CEO BlackBerry, Mike Lazaridis. Reuters mencatat, Fairfax adalah pemegang saham terbesar BlackBerry, pemilik dua pertiga suara untuk menentukan keputusan apa pun.

"Saya membayangkan jika Fairfax menentang kesepakatan tertentu, mereka akan membawa banyak pengaruh," kata Richard Steinberg, yang mengepalai sekuritas, merger, dan akuisisi di Toronto Fasken Martineau.

Mengutip dari Reuters, beberapa perusahaan ekuitas swasta besar di dunia diprediksi tertarik membeli saham BlackBerry.

Perusahaan teknologi besar juga berniat meminang BlackBerry, seperti Lenovo, Cisco, Microsoft, Hewlett-Packard, sampai IBM, karena mungkin tertarik dengan aset perusahaan BlackBerry termasuk hak paten dan pesan instan BlackBerry Messenger (BBM).

"Saya tidak berpikir Watsa akan melihat berbagai penawaran dan mengambil keputusan kualitatif. Dia akan membuat keputusan kuantitatif (berdasarkan siapa yang membayar paling tinggi)," kata Ross Healy, seorang manajer portofolio di MacNicol Associates, yang kliennya memiliki saham BlackBerry.

Perusahaan apa pun nanti yang ingin meminang atau bermitra dengan BlackBerry harus meminta persetujuan dari pihak berwenang Kanada, dan tentu saja mendapat restu dari Watsa.

Banyak Main Facebook Bisa Bikin "Sedih"

 Facebook mempermudah penggunanya menjalin hubungan dengan teman dan keluarga dengan menyediakan koneksi instan. Namun, apakah itu akan membuat bahagia seperti halnya hubungan antar-manusia di dunia nyata?

Ternyata belum tentu juga. Setidaknya, itulah hasil kesimpulan sebuah studi tim dari University of Michigan yang dilansir oleh The Next Web. Bahkan, menurut riset ini, pengguna Facebook cenderung merasa lebih buruk dan kurang puas terhadap diri sendiri seusai berinteraksi di jejaring sosial itu.

Studi ini dilakukan dengan mengirim survei secara berkala selama 14 hari ke 82 orang dewasa muda selaku subyek penelitian. Mereka diberi pertanyaan seputar pola penggunaan Facebook dan perasaan mereka terhadap diri sendiri.

Tim riset menemukan bahwa Facebook ternyata memiliki kecenderungan memperburuk mood penggunanya. Ini tetap terjadi meskipun pengguna menganggap teman-temannya di Facebook bersikap suportif, juga tak dipengaruhi oleh seberapa besar jaringan pertemanan yang dimiliki.

Menurut komentar kesimpulan penelitian tersebut, di permukaan, Facebook memang menawarkan solusi instan untuk menghubungkan pengguna dengan orang lain.

Namun, dalam penelitian ini dicatat bahwa tak seperti interaksi di dunia nyata yang biasanya membuahkan efek positif terhadap perasaan seseorang terhadap diri sendiri, interaksi di Facebook kerap memberi dampak sebaliknya untuk para orang dewasa muda yang menjadi mayoritas demografi situs tersebut.

Hal negatif semacam ini tidak ditemukan dalam komunikasi tatap muka atau pembicaraan melalui telepon yang juga dieksplorasi oleh tim peneliti.

"Kami menganalisis banyak dimensi kepribadian dan perilaku, seperti misalnya frekuensi penggunaan Facebook. Tapi tak satu pun dari faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap hasil yang kami dapat. Semakin sering Anda mengakses Facebook, semakin turun pula mood Anda," ujar psikolog Ethan Kross yang memimpin penelitian, sebagaimana dikutip oleh LA Times.

Sangat luas

Penelitian oleh tim Universitas Michigan ini adalah salah satu riset mengenai Facebook, yang dilakukan selama rentang waktu tertentu. Aktivitas yang terjadi di jejaring sosial ini begitu banyaknya sehingga memunculkan fenomena yang banyak pula.

"Facebook dan jejaring sosial online lainnya memberikan cara interaksi yang baru dalam hubungan antar-manusia. Kita baru mulai menggali permukaannya saja soal bagaimana interaksi-interaksi tersebut bekerja dan memengaruhi kita," lanjut Kross.

Sebelum ini, sebuah penelitian yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Bulletin mengungkapkan bahwa melihat profil diri sendiri bisa membuat seorang pengguna merasa positif terhadap dirinya.

Sementara itu, sebuah penelitian lain menemukan bahwa melihat-lihat profil dan aktivitas orang lain di Facebook bisa memicu perasaan iri dalam hati pengguna dan merusak anggapan mengenai citra dirinya sendiri. Orang-orang dengan kepercayaan diri rendah pun tak memperoleh manfaat dengan berusaha membikin citra positif di dunia online.

Lalu, apa persisnya aspek penggunaan Facebook yang menyebabkan mood penggunanya memburuk? Kross mengaku belum tahu. Yang jelas, penyebabnya bukan rasa kesepian, yang ditemukan tidak berhubungan dengan perasaan pengguna.